Walimah
Lebih Besar dari Mahar, Bolehkah?
Sudah menjadi adat manusia, khususnya bangsa Indonesia untuk
melaksanakan walimah (resepsi) setelah akad pernikahan berlangsung. Kata
walimah itu sendiri berasa dari kata “al-walmu” yang berarti bersatu atau
kumpul, tapi kemudian kalimat tersebut diaplikasikan untuk semua bentuk
hidangan sebagai luapan kegembiraan. Dan pada akhirnya kalimat walimatul ursy
digunakan untuk istilah pesta pernikahan.[1]
Acara walimah yang sering disebut
dengan resepsi itu memiliki tradisi yang berbeda-beda antar daerah sesuai dengan
hukum adat yang ada. Tak jarang sepasang pengantin ingin mengadakan acara-acara
tersebut secara megah, dan tak sedikit uang yang dikeluarkan untuk mengadakan
acara tersebut.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa sebuah
pernikahan belum dianggap terlaksana, kecuali diumumkan secara terang-terangan.
Atau belum sah kecuali para saksi yang hadir menyaksikan akad nikah yang
dilangsungkan. Sedangkan Imam malik dan para sahabatnya berpendapat, bahwa
mengumumkan sebuah pernikahan (secara meluas) bukanlah suatu hal yang wajib.
Adapun tindakan pengumuman sebuah pernikahan tetap dibenarkan setelah
terlaksana akad yaitu untuk mengklarifikasi perbedaan yang terjadi antara kedua
mempelai.[2]
Namun terkadang dana untuk
pelaksanaan resepsi lebih banyak dari mahar yang diberikan oleh mempelai pria
kepada mempelai wanitanya, sedangkan kita tahu bahwa mahar atau yang sering
disebut dengan mas kawin ini merupakan pemberian untuk merefleksikan
kesungguhan cinta suami kepada sang istri. Dalam surat An-Nisa ayat 4
disebutkan “berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kamu nikahi
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
Dalam kompilasi hukum islam yang
merupakan kodifikasi hukum islam di Indonesia dalam pasal 30 nya menyebutkan
bahwa calon pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah,
bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak. Namun dalam pemberian
mahar juga tidak boleh mempersulit calon mempelai pria. Seperti yang dijelaskan
dalam pasal 31 yang menyatakan penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan,
kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.
Islam memberikan batas minimum
pemberian mahar yaitu sepuluh dirham, seperti hadist yang diriwayatka oleh
Daruquthni namun mauquf dan sanadnya dipertentangkan. Pendapat hadist yang
shahih marfu’ tidak pernah membatasi maskawin tersebut[3].
Dalam beberapa riwayat, lagi-lagi
Islam mengajarkan tetang kesederhanaan baik dalam pemberian mahar maupun
pengadaan walimah. Adapun jika kedua mempelai tidak merasa keberatan untuk
memberikan mahar yang besar dan mengadakan walimah besar diperbolehkan jika
merasa mampu dan tidak mengandung mudhorot di lain waktu. Wallahu ‘alam
bishawab
kesimpulannya tidak menjawab penuh pertanyaan yang ada pada judul mbak?? hehe
BalasHapuskesimpulan akan disimpulkan pembaca us, hehe...(kajian berlanjut)
BalasHapusini tekhnik judul para blogger untuk mengundang tanda tanya