الدفع أقوى من الرفع
Menolak Lebih Kuat Daripada Menghilangkan
Menolak Lebih Kuat Daripada Menghilangkan "Menolak Lebih Kuat Daripada Menghilangkan" merupakan salah satu kaidah umum representatif (aghlabiyyah) yang jika kita meminjam istilah ilmu kedokteran dikenal dengan istilah "Mencegah Lebih Baik Dari Pada Mengobati" atau dikenal juga dengan jargon : Tindakan preventif lebih baik dari pada tindakan kuratif.
Dalam aplikatif kaidah ini mencakup beberapa persoalan diantaranya adalah pada masalah air musta'mal (air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis) yang jika diperbanyak kuantitasnya menjadi 2 qullah, kesuciannya masih diperselisihkan oleh para ulama. pada dasarnya air 2 qullah dinilai mempunyai potensi untuk "mempertahankan" dirinya dari unsur eksternal yang dapat menjadikannya najis, disamping itu air yang sudah mencapai 2 qullah disepakati kesuciannya.
Berbeda dengan air musta'mal, walaupun sudah ditambahi menjadi 2 qullah tetap diperselisihkan kesuciannya. Sebab dalam kasus pertama (air yang sejak semula berjumlah 2 qullah) memiliki potensi menolak (daf'u) atas percampuran unsur eksternal, sementara pada kasus yang kedua (air musta'mal yang ditambahi sehingga mencapai 2 qullah) hanya memiliki potensi menghilangkan (kuratif / Raf'u). padahal sudah jelas kedudukan daf'u lebih kuat daripada raf'u, dan status suci yang sudah tidak diperselisihkan lagi.
Dalam permasalahan lainnya kaidah ini juga bisa diaplikasikan dalam hal memilih pemimpin yang fasik. pada dasarnya seseorang yang berperangai fasik tidak boleh dipilih menjadi pemimpin (Imamah/Khilafah). sebab kursi kepemimpinan membutuhkan figur yang bertanggung jawab dan amanah. Agar amanah kepemimpinan tetap berjalan dengan baik sesuai koridor yang ditetapkan maka perlu diperketat syarat-syarat pemilihan figur pemimpin (Khilafah) hanya untuk yang berperangai baik saja. Inilah upaya daf'u dalam masalah kepemimpinan. Namun ketika perbuatan fasik itu baru timbul setelah ia diangkat menjadi pemimpin, hal itu tidak mengakibatkan jabatannya lepas begitu saja. Namun jika kefasikannya sangat menggelisahkan sebaiknya pemimpin itu diganti dengan yang lebih baik.
Permasalahan lain yang juga diaplikasikan dengan kaidah ini adalah masalah pernikahan beda agama. perbedaan agama antara calon suami-istri adalah faktor penghalang (daf'u) antar keduanya untuk melangsungkan pernikahan. Namun bila faktor ini terhadi pada saat pernikahan sudah terjadi, misalkan salah satunya ada yang murtad, maka ikatan pernikahan mereka tidak secara otomatis hilang (raf'u) melainkan ditunda sampai masa iddah sang istri habis selama kurang lebih 3 bulan. Hal ini diberikan kepada mereka untuk saling imteropeksi.
Namun jika salah satu dari mereka masih tetap murtad, maka pernikannya menjadi pernikahan yang batal demi hukum. dan istri tertalak secara otomatis karena perbedaan agama tersebut.
Review Kajian Ushul Fiqh - Assulam Juz 2 hal 84 -
tambahan referensi Formulasi Nalar Fiqih hal 153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar